Selasa, 22 Januari 2013

Pertempuran Dua Bersaudara di Bisnis Helm


http://photos.imageevent.com/motorbiker/newspics4/Taracitra-Kusuma-motorcycle-helmet-factory-Indonesia-5.jpg

Henry Tedjakusuma dan Johannes Cokrodiharjo merupakan dua bersaudara yang bertarung di lahan bisnis yang sama.

Oleh Anjar Leksana dan Billy Benggawan

Ada pemandangan menarik di ajang Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) 2012 lalu. Di antara  deretan mobil baru yang dipamerkan para agen tunggal pemegang merek, terselip satu stan yang dipenuhi aneka jenis helm.

Stan berukuran 4x7 meter itu memajang sejumlah helm keluaran PT Tarakusuma Indah.  Keputusan ikut serta pada pameran mobil tahunan itu rupanya tidak sia-sia. Stan tersebut berhasil mencuri perhatian pengunjung. Maklum,  inilah satu-satunya stan yang menyajikan produk di luar perangkat yang dipakai ketika berkendara dengan mobil. Selama pameran berlangsung, stan yang didominasi warna merah dan putih ini ramai didatangi pengunjung. Penjualannya pun terbilang lumayan. Setidaknya itu yang diakui oleh Alex, salah seorang tenaga pemasaran di stan tersebut. Menurutnya, setiap hari paling tidak terjual 20 unit helm merek  AVG - replika helm yang digunakan pembalap MotoGP Valentino Rossi. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding penjualan di dealer resmi  Tarakusuma Indah di hari-hari biasa di luar pameran. Padahal, harga AVG relatif mahal, sekitar Rp1,7 juta – Rp6 juta per buah. Itu baru satu jenis merek. Belum merek-merek lain yang diproduksi  Tarakusuma Indah.

Simon Mulyadi, Manajer Promosi PT Tarakusuma Indah mengatakan, mereka sengaja ikut dalam pameran otomotif ini karena ingin produknya lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia.  “Kami rajin  menyosialisasikan produk, baik melalui acara pameran dan acara balap motor,” cetus Simon.

Maklum, di bisnis penutup kepala para rider ini, Tarakusuma Indah tidak melenggang sendiri.  Ada banyak pesaing yang bermain di sana, karena bisnis helm cukup menjanjikan. Pasarnya berkembang seiring dengan tumbuhnya penjualan sepeda motor.  Data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menunjukkan, sebanyak 7.398.644 unit motor terjual pada 2010 lalu.  Di 2011  jumlahnya meningkat menjadi 8 juta unit.  AISI bahkan memperkirakan, hingga akhir tahun ini penjualan  sepeda motor bakal menyentuh angka 8,6 juta unit.
Menurut John Manaf, Ketua Asosiasi Industri Helm Indonesia (AIHI), pada 2011 lalu jumlah produksi helm mencapai sekitar 16 juta unit.  Ia memprediksi tahun ini jumlah produksi helm bisa menembus 24 juta unit. “Bahkan, jika industri sepeda motor semakin naik, maka proyeksi pertumbuhan industri helm bisa mencapai 20%,” tambahnya.
Di Indonesia, kata John, ada dua perusahaan besar yang menguasai pasar helm, yakni PT Tarakusma Indah dan PT Danapersada Motor Industri.  “Kapasitas produksi dari keduanya menyentuh angka jutaan unit setiap tahun. Sedangkan pemain lain hanya memasok pada kisaran ratusan ribu saja,”ujar John .

Tarakusuma Indah memproduksi semua jenis helm  baik untuk umum maupun sport.  Perusahaan yang bermarkas di kawasan Tomang, Jakarta Barat ini memiliki pabrik seluas 15.000 meter persegi di Delta Silicon, Lippo Cikarang. Pabrik yang mempekerjakan 750 orang karyawan itu mampu memproduksi lebih dari 2 juta unit helm setiap tahunnya. Dibandingkan Tarakusuma Indah, produksi Danapersada lebih banyak.  Tahun lalu, perusahaan yang memiliki pabrik di Bogor ini memproduksi sekitar 3 juta unit helm per tahun.

Pada awalnya, Tarakusuma Indah dan  Danapersada Motor Industri  berasal dari embrio yang sama. Pemilik masing-masing perusahaan itu masih punya pertalian darah.

Dulu, sekitar 28 tahun silam,  kakak beradik  bernama Tjong Lianti dan Eddi Tedjakusuma  membuka bisnis helm dengan mendirikan PT Dinaheti Motor Industri. Tjong Lianti  memiliki anak bernama Johannes Cokrodiharjo dan Eddi Tedjakusuma  punya anak  bernama Henry Tedjakusuma. Seiring dengan berjalannya waktu, pasar helm meningkat dengan signifikan. Setelah anak-anak mereka tumbuh besar, akhirnya kedua kakak beradik itu memutuskan berpisah dan mendirikan pabrik sendiri-sendiri. Henry membawahi Tarakusuma Indah dan mulai berproduksi pada 1997, sedangkan Johannes memegang  danapersadaraya Motor Industri.  Kini Henry dan Johannes  bersaing ketat dalam memperebutkan pasar.

Johannes berkisah, awalnya Dinaheti Motor Industri hanya merupakan usaha rumahan dengan 20-30 tenaga kerja. Kala itu  helm-helm diproduksi secara manual menggunakan tangan. Perusahaan ini memperkenalkan helm model cakil dan cetok di masanya. Setiap bulan Dinaheti Motor Industri mampu menghasilkan 30-50 unit helm. Berkat pengelolaan  secara profesional, perusahaan itu berkembang dan produksinya terus mengalami kenaikan.

Pada tahun 1998 krisis moneter melanda Indonesia. Perusahaan helm ini pun terkena imbasnya karena daya beli masyarakat melemah dan pasar motor turun drastis sampai 85%. Mau tak mau perusahaan harus mencari pasar baru agar tetap bertahan.  Akhirnya  manajemen Dinaheti Motor Industri memutuskan untuk memasarkan 70% produknya ke luar negeri.  Asia, Eropa dan Afrika menjadi tujuan ekspor perusahaan di masa itu. Langkah tersebut membuahkan hasil. Perusahaan selamat dan tetap bisa bertahan.

Sayangnya, karena terlalu fokus pada pasar ekspor,  Dinaheti Motor Industri kehilangan pasar domestik.  Helm-helm impor dengan harga murah membanjiri negeri ini. Perusahaan pun tertantang untuk menghentikan dominasi helm impor yang masuk ke Tanah Air.  “Strategi disusun untuk menghalau produk-produk impor yang saat itu merajalela,” ujar Johannes.
Hal pertama yang dilakukan adalah memperbaiki kualitas helm yang diproduksi. Selain itu, mereka juga mengembangkan inovasi agar tetap menarik bagi konsumen. Di masa-masa itu keuntungan yang didapat perusahaan sangat tipis, hanya 1%-2%. “Saya sadar perusahaan bisa bangkrut. Namun, pasar lokal harus diambil alih,” kenang Johannes.

Strategi lain dari Dinaheti adalah dengan membuat perusahaan baru untuk memproduksi lebih banyak helm.  Lahirlah PT Tarakusuma Indah yang dipimpin Henry Tedjakusuma dan PT Danapersadaraya Motor Industri yang digawangi Johannes sendiri.  Merek-merek baru pun bermunculan. “Tak akan bisa mengusir helm impor kalau hanya mengandalkan merek lama yang sudah ada,” cetus Johanes.
Upaya gigih dalam mengusir helm impor membuahkan hasil. Pasar lokal berhasil  direbut kembali.  Setelah menggusur dominasi helm impor, Tarakusuma Indah dan Danapersada Motor Industri menjelma menjadi perusahaan besar dan akhirnya pada satu titik mereka memutuskan berpisah dan berjalan sendiri-sendiri.  Mereka pun harus saling berhadapan  dan bersaing dengan saudara sendiri.  “Kalau di pasar kami bersaing,” ujar Johannes yang menjabat Direktur Utama PT Danapersadaraya Motor Industri.
Ketatnya persaingan di antara mereka memang  bisa dirasakan. Hal ini bisa terlihat dari produk-produk yang mereka luncurkan.  Misalnya  Danapersadaraya Motor Indonesia meluncurkan merek MIX dan MAZ, yang menyasar kelas bawah. Lalu di segmen pasar menengah, Danapersadaraya  punya merek merek VOG, sedangkan di segmen kelas atas  kelas atas, mereka mengandalkan helm dengan merek GM dan NHK.

Tarakusuma Indah tak  ingin ketinggalan. Mereka juga memiliki produk yang sama untuk setiap segmen. Merek Hiu dan BMC untuk kelas bawah, merek INK dan KYT untuk pasaran menengah dan AGV di segmen premium. “Kami bersaing dengan  Danapersadaraya Motor Indonesia. Dari sisi positifnya dengan melihat inovasi yang dilakukan mereka membuat kami semua di sini merasa tertantang untuk menghasilkan produk yang tak kalah kualitas dan keunikannya,” papar Simon.

Ketika Tarakusuma Indah membeli lisensi seperti tokoh kartun Marvel, Doraemon, dan Mr Bean untuk ditampilkan di helm mereka,  Danapersadaraya  juga melakukan hal yang sama.  Baru-baru ini mereka membeli lisensi Angry Birds untuk digunakan pada helmnya. “Dengan membeli lisensi dari Rovio Entertainment ini, kami menjadi satu-satunya pemegang hak cipta logo, tema, karakter Angry Birds di Indonesia. Hanya kami yang berhak menggunakannya pada produksi helm dan juga mengedarkannya di pasaran untuk seluruh wilayah di Indonesia,” ujar Johannes.

Tak hanya itu, untuk memenangkan persaingan Danapersadaraya juga menggandeng Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor di Indonesia. Menurut Johanes, ATPM menjadi salah satu pemasukan tetap bagi produsen helm. Bagaimana tidak, 7 juta - 8 juta helm yang diproduksi dalam satu tahun berasal dari pesanan para ATPM yang ada di Indonesia, seperti Honda, Yamaha, Suzuki dan lainnya.

Irnawati, dari divisi pengembangan helm di PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mengakui Danapersadaraya adalah salah satu pemasok helm untuk produsen motor asal Jepang tersebut. Meski begitu, Irna –panggilan akrab Irnawati-, mengatakan bahwa pemasok helm Yamaha tidak berasal dari satu produsen saja. “Satu pemasok helm biasanya hanya menyediakan satu model yang sesuai kriteria kami,” katanya.

Irna memaparkan, sebelum memutuskan bermitra dengan pemasok helm, ia harus melakukan survei terlebih dahulu. Kemudian, ia akan memilih batok helm mana yang sesuai untuk dipasangkan dengan produk dari Yamaha sendiri. Pemilihan batok helm ini sesuai dengan ketentuan dan standar dari Yamaha Jepang. Setelah mendapatkan bentuk batok helm yang sesuai baru pemesanan  dilakukan.

Danapersadaraya juga melakukan ekspansi dengan membangun pabrik baru senilai Rp150 miliar di Citeureup Bogor, Jawa Barat.  Di sana Danapersada memiliki lahan seluas 12 hektare, namun  baru dimanfaatkan  sekitar enam hektare. Sejak Juli 2012 pabrik tersebut sudah mulai beroperasi. Itu sebabnya untuk tahun ini Johannes berani menargetkan produksi helmnya menjadi 6 juta unit atau meningkat 100% dibanding tahun sebelumnya.  Tahun depan diperkirakan produksi helm Danapersada Motor Industri akan meningkat  menjadi 8 juta unit. “Dengan kapasitas produksi ini, kami akan menjadi salah satu produsen helm terbesar di Indonesia,” ungkap Johannes. “Dengan infrastruktur yang lebih besar kami lebih siap bersaing,” paparnya.

Sayangnya Henry masih belum bisa dimintai komentar terkait persaingan yang terjadi antara Tarakusuma Indah dengan Danapersadaraya Motor Indonesia. Ketika naskah ini ditulis Henry mengaku sedang berada di Eropa.

Namun, Simon  mengakui bahwa kompetitor utama Tarakusuma Indah  adalah  Danapersadaraya Motor Indonesia. “Sebenarnya baik skala besar maupun kecil merupakan  pesaing kami. Namun, yang menjadi pesaing utama adalah  Danapersadaraya,” cetus Simon.

Dalam menghadapi persaingan di bisnis helm ini, kata Simon perusahaannya mencoba mengeluarkan berbagai macam inovasi produk baru setiap kuartal. Supaya tidak dicontek pemain helm lainnya, Tarakusuma Indah selalu mematenkan semua inovasi yang dimilikinya, seperti anti thief dan double visor. Jadi apa bila ada yang meniru produk Tarakusuma Indah, pihaknya bakal melakukan somasi.
Tarakusuma Indah juga berencana meningkatkan kapasitas produksi  sekitar 10%-20% per tahun. Mereka juga akan mengoptimalkan  dealer-dealer yang dimiliki untuk memasarkan produknya. Saat ini Tarakusuma Indah memiliki sekitar 50 dealer, tersebar di seluruh Indonesia.
Sengitnya persaingan  antara Tarakusuma Indah dan Danapersadaraya Motor Indonesia diakui oleh John.  Meski begitu, menurut John persaingan tersebut hanyalah sebatas di dunia bisnis saja. “Toh mereka juga mau bergabung dan duduk bersama dengan asosiasi untuk membahas supaya bisa membuat helm yang berkualitas, jadi konsumen tak dirugikan,” jelas John.
Dia menilai persaingan antara kedua perusahaan tersebut merupakan hal yang baik.  Dengan begitu akan muncul inovasi dari masing-masing perusahaan dan mereka akan berlomba-lomba menelurkan produk terbaiknya. Ini tentunya akan menguntungkan konsumen. Terkait kualitas produk yang menurun, John tidak khawatir  karena para pemain besar tersebut sudah menjadi anggota AIHI. Semua anggota AIHI bisa dipastikan memegang standar kualitas nasional (SNI).***

1 komentar:

JUNIE mengatakan...

pada tanggal 11 feb 2013..sekitar 1000 org buruh dr pt tara kusuma indah,pt tara citra kusuma dan pt indo safety manufacture d phk secara masal secara sepihak..setelah melakukan mogok kerja dr tgl 7 feb 2013..ketika mereka memperjuangkan hak2 nya..smpai hari ini msalah nya blm selesai..